1. Prof Nelson Tansu, PhD- Pakar Teknologi Nano
 
 
 

 
Berita dari Medan itu membuat Nelson Tansu lemas. Di Universitas Lehigh,
 Pennsylvania, Amerika Serikat, tempatnya bekerja sehari-hari, Agustus 2
 tahun lalu ia meradang. Kabar itu demikian membuatnya shocked: mama 
tercintanya, Auw Lie Min, dan papa tersayangnya, Iskandar Tansu, 
direktur percetakan PT Mutiara Inti Sari, tewas. Mereka dibunuh oleh 
perampok di area perkebunan karet PTPN II Tanjung Morawa.
Peristiwa itu sempat membuatnya "tak percaya" terhadap Indonesia. Pria 
kelahiran 20 Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar 
teknologi nano. Fokusnya adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor
 berstruktur nano.
Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa 
depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi kehidupan 
sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda 
brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan sinar 
laser dengan listrik superhemat. Sementara sinar laser biasanya perlu 
listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt.
Penemuan-penemuannya bisa membuat lebih murah banyak hal. Tak 
mengherankan bila pada Mei lalu, di usia yang belum 32 tahun, Nelson 
diangkat sebagai profesor di Universitas Lehigh. Itu setelah ia 
memecahkan rekor menjadi asisten profesor termuda sepanjang sejarah 
pantai timur di Amerika. Ia menjadi asisten profesor pada usia 25 tahun,
 sementara sebelumnya, Linus Pauling, penerima Nobel Kimia pada 1954, 
menjadi asisten profesor pada usia 26 tahun. Mudah bagi anak muda 
semacam Nelson ini bila ingin menjadi warga negara Amerika.
Amerika pasti menyambutnya dengan tangan terbuka. "Apakah tragedi orang 
tuanya membikin Nelson benci terhadap Indonesia dan membuatnya ingin 
beralih kewarganegaraan?" "Tidak. Hati Saya tetap melekat dengan 
Indonesia," katanya kepada Tempo. Nelson bercerita, sampai kini ia getol
 merekrut mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan riset S-2 dan S-3 di 
Lehigh. Ia masih memiliki ambisi untuk balik ke Indonesia dan menjadikan
 universitas di Indonesia sebagai universitas papan atas di Asia.
Jawaban Nelson mengharukan. Nelson adalah aset kita. Ia tumbuh cemerlang
 tanpa perhatian negara sama sekali. Bila Koran Tempo kali ini 
menurunkan liputan khusus mengenai orang-orang seperti Nelson, itu 
karena koran ini melihat sesungguhnya kita cukup memiliki ilmuwan dan 
pekerja profesional yang berprestasi di luar negeri. Diaspora kita bukan
 hanya tenaga kerja Indonesia. Kita memiliki sejumlah Nelson lain—di 
Amerika, Eropa, dan Jepang. Orang orang yang sebetulnya, bila 
diperhatikan pemerintah, akan bisa memberikan sumbangan berarti bagi 
kemajuan Indonesia.
 
 
 
2. MUHAMMAD ARIEF BUDIMAN: MERAH-PUTIH DI SAINT LOUIS
 
 
 

Matahari setengah rebah di Medari, Sleman, Yogyakarta. Asar sudah 
datang. Zakaria bergegas mencari anaknya, Muhammad Arief Budiman. Dia 
bisa berada di mana saja: di sawah, di kebun salak pondoh, atau—jika 
sedang beruntung—ia akan ditemukan di sekitar rumah. Zakaria harus 
menemukannya sebelum matahari terlalu rebah, agar anaknya tak melewatkan
 salat asar dan mengaji di musala.
Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Tiga puluh tahun kemudian....
Di sebuah ruang kerja di kompleks Orion Genomic, salah satu perusahaan 
riset bioteknologi terkemuka di negeri itu, seorang lelaki Jawa berwajah
 "dagadu"—sebab senyum tak pernah lepas dari bibirnya—kerap terlihat 
sedang salat. Dialah anak Zakaria itu. Pada mulanya bercita-cita menjadi
 pilot, lalu ingin jadi dokter karena harus berkacamata sewaktu SMP, 
anak pekerja pabrik tekstil GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama 
di Orion. Jabatannya: Kepala Library Technologies Group. Menurut 
BusinessWeek, ia merupakan satu dari enam eksekutif kunci perusahaan 
genetika itu.
Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gen, pembawa sifat 
pada makhluk hidup. Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa depan: 
dalam peperangan melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga 
menjawab kebutu*an pangan dunia.
Arief tak hanya terpandang di perusahaannya. Namanya juga moncer di 
antara sejawatnya di negara yang menjadi pusat pengembangan ilmu 
tersebut: menjadi anggota American Society for Plant Biologists dan—ini 
lebih bergengsi baginya karena ia ahli genetika tanaman—American 
Association for Cancer Research.
Asosiasi peneliti kanker bukan perkumpulan ilmuwan biasa. Dokter 
bertitel PhD pun belum tentu bisa "membeli" kartu anggota asosiasi ini. 
Agar seseorang bisa menjadi anggota asosiasi ini, ia harus aktif 
meneliti penyakit kanker pada manusia. Ia juga harus membawa surat 
rekomendasi dari profesor yang lebih dulu aktif dalam riset itu serta 
tahu persis riset dan kontribusi orang itu di bidang kanker. Arief 
mendapatkan kartu itu karena, "Meskipun latar belakang saya adalah 
peneliti genome tanaman, saya banyak melakukan riset genetika mengenai 
kanker manusia," ujarnya.
Kita pun seperti melihat sepenggal kecil sejarah Indonesia yang sedang 
diputar ulang. Pada akhir 1955, ahli genetika (dulu pemuliaan) tanaman 
kelahiran Jawa yang malang-melintang di Eropa dan Amerika, Joe Hin Tjio,
 dicatat dengan tinta emas dalam sejarah genetika karena temuannya 
tentang genetika manusia. Ia menemukan bahwa kromosom manusia berjumlah 
46 buah—bukan 48 seperti keyakinan ahli genetika manusia di masa itu 
("The Chromosome Number of Man. Jurnal Hereditas vol. 42: halaman 1-6, 
1956). Tjio—lahir pada 1916, wafat pada 2001—bisa menghitung kromosom 
itu dengan tepat setelah ia menyempurnakan teknik pemisahan kromosom 
manusia pada preparat gelas yang dikembangkan Dr T.C. Hsu di Texas 
University, Amerika Serikat.
 
 
 
3. Prof Dr. KHOIRUL ANWAR: TERINSPIRASI KISAH FIRAUN
 
 
 

Bangkai burung, balsam gosok, dan kisah mumi Firaun. Siapa mengira tiga 
benda sepele itu ada gunanya. Tapi itulah trio yang “menghidupkan” pria 
kampung seperti Khoirul Anwar. Dia kini menjadi ilmuwan top di Jepang. 
Wong ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten 
Kediri, Jawa Timur, itu memegang dua paten penting di bidang 
telekomunikasi. Dunia mengaguminya. Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika
 pada paten pertamanya Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal 
efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.
Graduated from Electrical Engineering Department, Institut Teknologi 
Bandung (with cum laude honor) in 2000. Master and Doctoral degree is 
from Nara Institute of Science and Technology (NAIST) in 2005 and 2008, 
respectively. Dr. Anwar is a recipient of IEEE Best Student Paper award 
of IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006, California, USA.
.
Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G 
berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah 
seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of 
Science and Technology, Jepang.
Dia mengurangi daya transmisi pada orthogonal frequency division 
multiplexing. Hasilnya, kecepatan data yang dikirim bukan menurun 
seperti lazimnya, melainkan malah meningkat. “Kami mampu menurunkan 
power sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan 
sebelumnya,” kata dia. Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat 
penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat 
Jenderal RI Osaka pada 2007.
Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang tak lazim. 
Untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama 
sekali guard interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata 
teman-teman penelitinya. Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan 
bertabrakan tak keruan. Persis seperti di kelas saat semua orang bicara 
kencang secara bersamaan.
Istilah ilmiahnya, terjadi interferensi yang luar biasa. Namun, dengan 
algoritma yang dikembangkan di laboratorium, Khoirul mampu menghilangkan
 interferensi tersebut dan mencapai performa (unjuk kerja) yang sama. 
“Bahkan lebih baik daripada sistem biasa dengan GI,” kata pria 31 tahun 
ini.
Dua penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil 
tak terobsesi pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta 
mumi Firaun. Bocah kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang
 badannya tetap utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan 
teknologi “balsam” terhadap seekor burung kesayangannya yang telah mati.
 “Saya menggunakan balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak kedua dari
 pasangan Sudjianto (almarhum) dengan Siti Patmi itu.
Khoirul berharap, dengan percobaannya itu, badan burung tersebut bisa 
awet dan mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh burung
 tersebut dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata 
anak petani ini, “Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.” 
Penelitian yang gagal total itu rupanya meletikkan gairah meneliti yang 
luar biasa pada Khoirul. Itulah yang mengantarkan alumnus Jurusan Teknik
 Elektro Institut Teknologi Bandung tersebut kini menjadi asisten 
profesor di JAIST, Jepang. Dia mengajar mata kuliah dasar engineering, 
melakukan penelitian, dan membimbing mahasiswa. Saat ini Khoirul sedang 
menekuni dua topik penelitian yang dilakukan sendiri dan enam topik 
penelitian yang digarap bersama enam mahasiswanya.
 
 
 
 
| 
 | 
| 
|  | 
 | 
 | 
     
Join Date: Jan 2010 
Location: Selalu Merindukan Seseorang 
      Posts: 178
      
Thanks: 30 
  
   
    Thanked 36 Times in 25 Posts
   
  
  
     |  | 
 
 |  | 
 
 
 
 
|  | 
| 
| 
 | 
 | 
 | 
Date: Jan 2010 
Location: Selalu Merindukan Seseorang 
      Posts: 178
      
Thanks: 30 
  
   
    Thanked 36 Times in 25 Posts
   
  
  
     |  | 
 
 |  | 
 
 
 
 
|  | 
| 
 | 
 
 | 
9. Sehat Sutardja, Ph.D - CEO dan Pendiri Marvell Technology Group
 10. JOHNY SETIAWAN, Ph.D - Penemu Planet Pertama dan Bintang Muda
   
 
Sehat
 Sutardja, Ph.D, adalah CEO dan pendiri Marvell Technology Group dan 
menjadi presiden, pemimpin eksekutif sejak 1995. Ia juga menjadi 
presiden, pemimpin eksekutif, dan direktur pada perusahaan semikonduktor
 Marvell.
 
Ia dilahirkan di Jakarta, Indonesia. Sehat Sutardja menamatkan 
pendidikan menengahnya di Kolese Kanisius. Kemudian melanjutkan 
pendidikan di Amerika Serikat dan meraih sarjana sains di teknik 
elektrik dari Universitas Negeri Iowa. Ia juga menjalani pendidikan 
pascasarjana Master of Science (M.Sc) dan Ph.D. dalam bidang teknik 
elektrik dan ilmu komputer dari Universitas California, Berkeley.
 
Ia menikahi Weili Dai, dan merupakan saudara dari Pantas Sutardja, yang 
juga turut mendirikan Marvell. Dia beserta istri dan adik termudanya, 
Patan adalah miliarder yang memiliki saham di Intel sebesar 22 persen. 
Marvell menguasai seluruh aset perusahaan Intel termasuk sumber daya 
manusianya. Sebagian besar pekerja dari sekitar 1400 orang tetap 
dipertahankan Marvell pada unit bisnis yang baru dibelinya dari Intel.
 
Karirnya dimulai dari tahun 1989 hingga 1995 ketika menduduki manajer dan pemimpin teknis proyek 8×8.
 
Marvell yang juga berpusat di Santa Clara, AS merupakan vendor chip dan 
komponen yang banyak dipakai di berbagai perangkat elektronika. 
Sedangkan unit bisnis yang dibeli dari Intel menghasilkan prosesor yang 
dibangun dari teknologi XScale Intel. Prosesor-prosesor berbasis XScale 
telah dipakai di banyak perangkat elektronika, misalnya Blackberry dan 
Treo.
 
Bisnis chip yang dikelola oleh Marvell secara nyata telah sukses 
menempati pangsa pasarnya sendiri dan tentunya sukses pula menghasilkan 
pundi-pundi uang bagi pembuatnya. Marvell telah mendominasi setiap pasar
 yang telah mereka pilih, keunggulan mereka adalah menawarkan produk 
berdesain superior dengan harga premium.
 
Produknya mampu mengalahkan pesaing mereka yaitu Texas Instruments dan 
Broadcom di pasar komunikasi seperti radio Wi-Fi dan Ethernet port. Chip
 besutan Marvell sangat mudah ditemukan pada Cisco switch, Apple iPod, 
Xbox 360 atau di dalam disk drive produk perusahaan besar lainnya. 
Dengan bekerjasama dengan Intel, Marvell nampak semakin hebat dan bisa 
mensejajari Qualcomm, Freescale Semiconductor dan TI.
 
Marvell terus berkembang setiap kuartalnya sejak penjualan saham mereka 
ke publik pada 2000 silam dan kini saham mereka meningkat hingga lima 
kali lipat.
 
Pada 2007, majalah Forbes memasukkan Sehat Sutardja sebagai salah satu orang terkaya di Amerika Serikat.
 
Saat ini, Marvell yang mempunyai 5,000 karyawan, mempunyai fasilitas 
riset dan disain di Aliso Viejo, Arizona, Colorado, Massachusetts, San 
Diego and Santa Clara. Di luar Amerika Serikat, Marvell juga mempunyai 
fasilitas riset dan disain di Jerman, India, Israel, Itali, Jepang, 
Singapore dan Taiwan.Marvell: 1 in 2 phones will soon be smartphones
 
NEW YORK, USA - Marvell Technology Group Ltd Chief Executive Sehat 
Sutardja said he expects multimedia-enabled smartphones to account for 
at least 50 percent of all cell phones in the next three to four years, 
and grow even more popular in the following years.
 
"Smartphones today are only addressing the tip of the pyramid," Sutardja
 told the Reuters Global Technology Summit in New York on Monday.
 
"I would say in the next three to four years, at least 50 percent of the
 market will move to smartphones," he said, adding that may grow to 90 
percent in six to seven years.
 
Sutardja also said it was hard to tell if technology demand was 
recovering, noting it was hard to distinguish between temporary moves to
 replenish inventory and a real rebound in demand.--Reuters
 
 
   
 
  
Johny Setiawan membuat mata dunia tercengang dengan penemuan planet pertama yang mengelilingi bintang baru TW Hydrae.
 
PENEMUAN itu sangat spektakuler karena dari 270 planet di luar tata 
surya yang telah ditemukan astronom dalam 12 tahun terakhir, tak satu 
pun planet yang muncul dari bintang muda.
 
Johny yang memimpin tim peneliti di Max Planck Institute for Astronomy 
(MPIA), Heidelberg, Jerman itu menemukan planet pertama yang disebut TW 
Hydrae b dan bintang baru TW Hydrae dengan menggunakan teleskop 
spektrograf F EROS sepanjang 2,2 meter di La Silla Observatory, Chile.
 
”Ketika kami mengamati kecepatan lingkaran gas TW Hydrae, kami 
mendeteksi sebuah variasi periodik yang tidak berasal dari aktivitas TW 
Hydrae. Kami mengamati kehadiran sebuah planet baru (TW Hydrae b),” 
ungkap Johny kepada SINDO tadi malam. Planet baru yang ditemukan itu 
memiliki bobot sekitar sepuluh kali berat Planet Yupiter, planet 
terbesar dalam Sistem Tata Surya.
 
Planet baru itu mengorbiti TW Hydrae dalam waktu 3,56 hari dengan jarak 
sekitar 6 juta kilometer. Ini dapat disamakan dengan 4% jarak antara 
Matahari dan Bumi. Dengan penemuan tim yang dipimpin Johny tersebut, 
peneliti dapat membuat kesimpulan penting tentang waktu pembentukan 
planet.Sejumlah pertanyaan pelik yang selama ini dihadapi peneliti, 
seperti bagaimana dan di mana sistem planet terbentuk?
 
Bagaimana arsitektur planet? Seberapa lama proses pembentukannya? 
Bagaimana posisi planet-planet seperti bumi di Galaksi Bima Sakti? Akan 
segera terjawab. Johny menyadari pentingnya penemuannya tersebut. Dia 
menjelaskan, bagaimana planet yang baru berumur 8–10 juta tahun (sekitar
 1/500 tahun umur Matahari) itu sebagai sebuah kejutan di Tahun Baru 
ini.
 
Peneliti lain dalam tim Johny menjelaskan bahwa pihaknya tidak salah 
menyimpulkan bahwa planet baru itu memang muncul. ”Untuk menghindari 
salah tafsir atas data, kami telah menginvestigasi seluruh aktivitas 
yang mengindikasikan TW Hydrae b. Tapi karakteristik planet baru ini 
sangat berbeda dari perputaran gas di lingkaran utama bintang baru itu. 
Mereka lebih stabil dan memiliki periode yang pendek,” papar Ralf 
Launhardt, koordinator program penelitian planet luar tata surya di 
sekeliling bintang-bintang muda.
 
Planet terbentuk dari gas dan debu dalam sebuah cakram yang berputar 
pendek setelah kelahiran sebuah bintang. Tidak keseluruhan proses 
terbentuknya planet baru ini dipahami pakar. Meski demikian, penemuan TW
 Hydrae b menyediakan teori baru tentang pembentukan planet.
 
Berdasarkan studi statistik, Johny memperkirakan rata-rata keadaan 
cakram gas dan debu itu akan membentuk planet dalam waktu maksimal 10–30
 juta tahun. Johny menandaskan, penemuan TW Hydrae b merupakan bukti 
langsung bahwa pembentukan sebuah planet raksasa tidak bisa lebih lama 
dari usia bintang yang diorbitinya, 8–10 juta tahun.
 
”Ini merupakan penemuan paling luar biasa dan spektakuler dalam studi 
planet-planet di luar tata surya. Untuk pertama kali, kita telah 
menemukan langsung bahwa planet-planet terbentuk dalam lingkaran cakram.
 Penemuan TW Hydrae b membuka jalan untuk mengaitkan evaluasi lingkaran 
cakram dengan proses pembentukan dan migrasi planet,” papar Thomas 
Henning, direktur Planet and Star Formation Department di MPIA.
 
Johny memaparkan, peneliti di MPIA kini sedang mengembangkan peralatan 
generasi baru untuk mendeteksi planet-planet dengan teknik berbeda. 
Misalnya dengan instrumen baru astrometri untuk mengamati gerakan sebuah
 bintang saat melintasi planet di antariksa, serta transit fotometri 
untuk mengamati planet saat bergerak di depan bintang.
 
”Kita akan lebih memahami formasi planet saat kita mengetahui 
keanekaragaman sistem planet. Kita akan mampu menempatkan Sistem Tata 
Surya kita dalam sebuah konteks universal. Akhirnya, tentu di masa depan
 kita dapat menjawab pertanyaan: ’apakah kita sendirian di Semesta?” 
ungkap Johny yang baru tiba di Heidelberg setelah pekan lalu berlibur di
 Jakarta.
 
Johny merupakan warga Indonesia yang tinggal di Kota Heidelberg, Jerman.
 Sebagai seorang astronom yang sedang melakukan riset post doctoral, 
pria kelahiran 16 Agustus 1974 di Jakarta itu mengaku telah memiliki 
ketertarikan tentang perbintangan sejak kecil. Alumnus SD St.Fransiskus I
 dan SMP Immaculata, Marsudirini, itu kemudian melanjutkan pendidikan di
 SMA Fons Vitae I, Marsudirini, Jakarta.
 
Setamat SMA, pada 1992–1993,Johny mengenyam pendidikan pra-universitas 
di Studienkolleg Heidelberg,Jerman. Johny kemudian mempelajari Fisika di
 Albert-Ludwigs-Universitat, Freiburg, Jerman, dan mengambil Master di 
Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg. Disertasinya di 
Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg, berjudul Radial 
velocity variation of G and K Giants.
 
Sejak Juni 2003, Johny bekerja sebagai peneliti post-doctoral di MPIA, 
di Department of Planet and Star Formation (Prof. Dr.Thomas Henning). 
Wilayah risetnya saat ini meliputi planet-planet di luar tata surya di 
sekitar bintangbintang muda dan bintang-bintang yang sedang terbentuk. 
Selain itu,Johny yang tinggal di Bintaro Sektor IX ini juga meneliti 
atmosfer yang berperan sebagai bintang.
 
”Secara khusus saya bekerja di sejumlah proyek seperti ESPRI (Pencarian 
Planet dengan PRIMA/ Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond 
Astrometry). Di sini saya menyeleksi dan mengamati karakteristik 
bintangbintang untuk program pencarian planet,”ungkapnya. Sejak 2003, 
Johny memimpin penelitian di observasi bintang dan planet ESO La Silla. 
”Kami telah sukses mendeteksi sejumlah planet yang saling berhubungan,” 
ungkap Johny yang memiliki kemampuan bahwa Jerman, Inggris, dan Spanyol.
 
Di tengah kesibukannya meneliti, Johny meluangkan waktu untuk 
menyalurkan sejumlah hobi yang beragam, mulai memasak, jalan-jalan, 
olahraga renang dan fitnes, melukis dengan akrilik, serta bermain piano. | 
11. Endri Rachman - Pencipta UAV Tamingsari dari Arcamanik Bandung
 
 
  
Tamingsari Vs Kujang
In Malay story, Tamangsari is Hang Tuah’s sacred weapon in the form of 
Kris which can fly looking for the target without the owner’s control. 
That name then become the name of an unmanned planed called unmanned 
Aerical Vehicle/UAV. Tamingsari is now a UAV identical made in Malaysia.
 Whereas in fact, UAV Tamingsari is purely made in Indonesia, even it’s 
made in Arcamanik, Bandung.
Like the famous Malaysia customs to claims others’ belonging, UAV which 
is developed by the former of IPTN worker Endri Rachman since 2000 and 
made in Arcamanik in 2004 is not missed from their claim. Let’s see the 
headline of Malaysian newspaper, The Star, 25 September 2005 which is 
provocative “Our Own Spy Plane Prototype”, strengthen that claim.
“Actually, I made the UAV Tamingsari, it’s made in Arcamanik. 
Fortunately, Tamingsari is still controlled manually using remote 
control, not using autopilot logic like I develop,” said Endri when 
meeting Kompas in his UAV plane factory in Arcamanik.
Malaysia
Hurt by Malaysia manner, Endri silently continues UAV development which 
is different to Tamingsari. It is UAV that follows autopilot logic 
flight because of software that he designed.
Now, ****ther with his colleagues in Globalindo Technology Services 
Indonesia (GTSI), he established a company made UAV with its office in 
Cihampelas Street, Bandung. He still completes his UAV flying ability.
In this company, run by four German, ITB, and IPTN technicians and 12 
workers graduated from STM who work daily in plane factory in Arcamanik,
 born UAV named Kujang. Even though it can’t fly automatically like 
Tamingsari, Kujang is still Sundanese weapon with shape like crescent 
which is famous with its power.
Unfortunately, the first buyer for Kujang is a Malaysia research 
institution. In his own country, Endri with his developed UAV is no one!
“At least, when brought to Malaysia, the name is Kujang,” hoped Endri, 
who diasporas to the neighbor country as a lecturer after the agony of 
IPTN.
The glaring differences between Tamingsari and Kujang which both are 
made by Endri is on their work. Tamingsari is controlled by remote 
control so its exploration is limited because it has always seen by the 
eye sight. Miss a little from radio wave radius which is limited, it 
flies uncontrolled and never hopes it will come back.
Different from Kujang which is an unmanned smart plane, in the try out 
in Sulaeman airport, Bandung, Kujang has successfully follows 
automatically flight logic based on determined coordinate dots. 
Something that will never be done by Tamingsari!
Even though Endri admits that he’s irritated to Malaysian claim in his 
work result, he said that he is thankful to this country which has 
willingness to accommodate he and his family this long.
When going out of IPTN in 1998 Indonesia only gave him less than Rp. 1 
million for his salary, Malaysia appreciates him Rp.15 millions a month 
plus house and vehicle as the lecturer’s facilities.
Freedom
The University, where he serves, is Universiti Sains Malaysia (USM), 
also gives freedom for using the complete aeronautical laboratory. In 
the USM Laboratory, Endri finds autopilot logic for UAV plane which he 
develops, and then he named it Kujang.
****ther with his friend, the IPTN refugees, Endri determines to still 
produce UAV in Indonesia even though they do it alone without the 
government help. [/indent][indent]Airplane factory in Arcamanik
What do you imagine if a home industry is not only making a motorcycle 
or car spare parts, but also making airplane spare parts? Not only 
making a component, but also the whole airplane!
This isn’t fantasy, but real. This airplane factory is in Indonesia, in 
Aero modeling 4, Arcamanik, in east Bandung, to be exact. It is at a 
yard of a citizen’s house. Maybe the west java governor or Bandung 
regent governor had never known the presence of this airplane home 
factory.” If they had known, of course there would have been a few 
attentions,” said Jaka Prahasta, the production head of PT Globalindo 
Technology Services Indonesia (GTSI), when we met in the factory, in the
 middle of December 2007.
Well this is not an ordinary airplane which transports the passengers, 
but the unmanned Aerial Vehicle (UAV) home industry. We can’t call it 
mini plane, because UAV has 3 meters wide wings, 2.6 meters length body,
 and 20 kilos weight, including the camera inside of it. Made by 
fiberglass made in the factory, UAV can fly on 1.000 meters height for 2
 – 3 hours with the maximum speed 150 kilometers per hour.
It’s different from manual remote control plane, UAV which has 12 volt 
electrical power can fly autonomously because GPS navigation which is 
planted in its body. The remote control, two sticks with six lines, is 
only used when the plane is taking off or landing. The rest, it flies 
autonomously searching coordinate dots which are determined before it 
flies using free Google earth map.
UAV application is not only to stop on forest fire, search accident 
victim, monitor maritime traffic, search underground mineral, or monitor
 outpouring dots of Lapindo mud, but also, for example, it’s developed 
to be a spy plane.
At the citizen’s house which half of their yard become factory, is 
produced also teen of aero modeling types plane for sport and hobby, 
from helicopter to military plane made by 12 technicians graduated from 
STM (technical senior high School degree). The price for a plane starts 
from Rp.15 millions to Rp.25 millions. However, the main business, which
 is seriously made, is AUV.
When Kompas visits this airplane home industry, a UAV ordered by a 
Malaysian research institution had already made. On 24 December 2007, 
UAV, then named Kujang, had successfully followed flying test in 
Sulaeman Airport, Bandung. Kujang – one of the Sundanese weapons – flies
 for 30 minutes, has successfully followed the determined route without 
any radio control, until lands safely.
The logic Expanded
Who is the brain behind the born of this UAV, which is high technology, 
made in Arcamanik? He’s Endri Rachman, the refugee of PT. Industry 
Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) who has moved to Malaysia since eight 
years ago for improving his ability as a lecturer.
Kompas has still written this man, graduated from S2 of technical 
university of Brunswick, German, majoring in autopilot model when met 
one year ago. “I want to produce UAV with autopilot logic in Indonesia, 
Bandung for exact.” He said. (Kompas, 29/12/2006). Seems he proves his 
words.
Not nationalist? “It’s up to the people what they want to say. I am the 
citizen of Indonesia. If I’m not a nationalist, I won’t develop the 
plane factory in Arcamanik, but in Malaysia. The presence of this 
factory in order to make Malaysia doesn’t claim that UAV I developed is 
theirs,” said Endri when met in the office of UAV instruments 
development in an office house in Cihampelas Street, Bandung.
For bring his plan into reality, Endri with his colleagues IPTN alumnus 
establish PT GTSI with beginning capital, according to him, less than 
Rp.300 millions. In the second floor of this office house work airplane 
technicians who are mainly graduated from Bandung Technical Institute 
(ITB) and IPTN. There is Asep Permana, graduated from German and IPTN in
 business development. Widyawardana, graduated from electronic technical
 ITB in UAV avionic system development. There’s also Muhajirin, drawing 
manager who designs UAV shape. Endri himself is the chief director.
Why, with the capital that we can’t say big, Endri and friends bravely 
do the big step by establishing UAV factory in Indonesia? The answer is 
“the well known Name”, it’s the Endri’s name as the plane innovator 
which is sold well in Malaysia. Even the Malaysian people who ordered 
the first UAV bravely gave first payment 70 percent of the UAV price.
Widyawardana admits the engine is still imported from The USA. However, 
in the future, he said, PT. GTSI has already designed UAV engine. What 
is worked by the technicians in the second floor of the office house 
only to calculate, construct and develop the software and the hardware 
will be planted in the UAV. “We develop the logic. Therefore, if talking
 about software it isn’t just for the UAV. Commonly, it can be used in 
the other moving things, like unmanned submarine or even the guided 
missile which can’t be reached by eye sight,” he said.
“Technopreneur” Association
Asep and his colleagues at PT GTSI have a huge dream, gathering the IPTN
 alumnus who are now many of them scattered in business but not in the 
plane business, called the
“Technopreneur”. It’s not the social secret, after IPTN was shaky, in 
the same time; BJ Habibie finished his contribution in the government, 
the IPTN reliable technicians had scattered in many places.
Most of them run to the foreign country, like Endri went to Malaysia. 
There are also still defended in Indonesia. Asep mentions several names,
 such as Husin, a helicopter master, who is a west java DPRD member. 
There is also Lian Darmakusumah, the best graduate of France 
aeronautical, which is now a businessman. For bring this step into 
reality, PT GTSI exquisites a workshop that, in the past, only makes 
aero modeling plane. This controlled plane for hobby is still 
maintained. The decision to develop UAV isn’t wrong. Endri admits that 
he has already received a new order, also from Malaysia, for making the 
second Kujang.
Source: Kompas
 
12. Kendro Hendra - Pencipta Setting Wizard di Nokia 
 
 
 
Kendro
 Hendra, pria kelahiran Palembang, 31 Desember 1955, orang Indonesia 
yang mampu menciptakan aplikasi peranti bergerak yang memungkinkan 
sebuah ponsel lebih bermakna dan bergaya. Sarjana Ilmu Komputer dari 
University of Manitoba, Kanada, ini telah mencipta puluhan aplikasi 
peranti lunak untuk membuat ponsel memiliki kelebihan.
Jika sulit membayangkan aplikasi peranti lunak, bayangkan seseorang yang
 menciptakan permainan (games) yang ditanamkan pada ponsel. Ponsel itu 
pun akan memiliki fitur lebih dibandingkan ponsel lainnya.
Apa yang Kendro ciptakan bukan sekadar dolanan, tetapi sebuah aplikasi 
yang memungkinkan ponsel memiliki tingkat keamanan tinggi, meski dicuri 
orang. Mungkin harga sebuah Nokia communicator sebagai devices "tidak 
seberapa" dibandingkan data-data yang tersimpan di dalamnya, entah teks,
 foto, atau video. Jika data rahasia turut lenyap seiring hilangnya 
ponsel, maka celakalah. Kendro menciptakan hal-hal kecil yang tidak 
banyak dipikirkan orang, tetapi bermanfaat bagi banyak orang.
"Salah satu peranti yang saya ciptakan untuk menyelamatkan data yang 
hilang itu bernama AirGuard, yang sudah ditanamkan di ponsel 
communicator Nokia. Saya bisa menghubungi pencuri telepon, meski dia 
sudah mengganti simcard-nya dengan nomor lain," kata Kendro saat ditemui
 di arena Nokia World 2007 di Amsterdam, Belanda, 5 Desember lalu. 
Sebagai mitra, Kendro yang membangun perusahaan InTouch itu hadir atas 
undangan Nokia.
InTouch adalah satu dari sedikit perusahaan komunikasi dan informasi 
Indonesia dengan reputasi internasional. Kantor pemasaran perusahaan 
yang didirikan tahun 1996 itu berada di Singapura. Di Indonesia, InTouch
 mempekerjakan sekitar 60 karyawan yang setiap hari berkutat menciptakan
 peranti lunak.
Lisensi peranti lunak yang memiliki kata depan "Air" selain AirGuard 
tersebut antara lain AirAlbum, AirFax, AirRadio, dan AirVouchers. 
Tetapi, aplikasi paling luas dan banyak digunakan adalah SettingsWizard 
dan S80-DataMover yang dilisensi Nokia secara global untuk dimasukkan 
dalam setiap ponsel Symbian S60 Nokia. Kini, temuan Kendro itu 
diterjemahkan ke dalam 127 bahasa.
SettingsWizard adalah peranti lunak yang ditanamkan di ponsel Nokia, di 
mana saat pemilik ponsel memasukkan simcard dari operator seluler mana 
pun, ponsel itu otomatis bisa men-setting sendiri, baik SMS, MMS, 
e-mail, maupun GPRS, sehingga tidak harus diketik ulang. Demikian juga 
S80-DataMover yang memungkinkan pemindahan data secara otomatis dari 
satu ponsel ke ponsel lain atau dari satu communicator ke communicator 
lain, juga tanpa harus mengetik ulang.
"Banyak orang enggak percaya bahwa itu aplikasi buatan orang Indonesia. 
Dengan aplikasi yang diterjemahkan ke dalam 127 bahasa, menunjukkan 
orang Indonesia punya kemampuan," kata Kendro yang mempekerjakan dua 
orang Singapura sebagai tenaga pemasaran global bagi produk-produk 
InTouch.
Membangun perusahaan
Dilahirkan di Palembang tahun 1955, Kendro yang kini lebih sering mukim 
di Singapura itu bukan orang kemarin sore yang serta-merta akrab dengan 
dunia informasi dan teknologi (IT). Bidang ini, khususnya sebagai 
pengembang aplikasi bergerak atau mobile application developer, sudah ia
 geluti saat kuliah jurusan ilmu komputer di Kanada selepas menamatkan 
sekolah menengah atas di tanah kelahirannya.
Seusai menyelesaikan masternya di Kanada, ia langsung kembali ke 
Indonesia tahun 1981. Sampai saat ini Kendro sudah berhasil menciptakan 
sekitar 30 peranti lunak yang semuanya khusus untuk aplikasi bergerak.
Pria yang menikahi Linda Widjaja, teman kuliahnya di Kanada, itu memulai
 usaha dengan mendirikan perusahaan InMac, yakni distributor Apple 
Macintosh. Pada awal 1990-an Kendro mulai terjun pada aplikasi bergerak 
setelah Apple mengeluarkan PDA (personal data assistant) pertama bernama
 Newton. Tahun 1996 Nokia mengeluarkan communicator 9000 pertamanya.
Nokia cabang Indonesia kemudian menawarinya kerja sama dalam hal peranti
 lunak apa saja yang bisa disuntikkan ke dalam communicator. Pada 
Februari 1999, saat Kendro ditawari kerja sama dengan Nokia Asia 
Pasifik, ia membangun perusahaan di Singapura karena wilayah operasinya 
regional, tetapi pengembangan tetap dilakukan di Indonesia.
Mengapa harus membuka kantor di Singapura?
"Jujur saja, Pemerintah Singapura memberikan insentif yang baik. Badan 
penanaman modal Singapura juga sangat mendukung dengan memberikan 
insentif, grand, tax holiday, dan subsidi lain yang sangat menguntungkan
 buat orang berusaha," kata Kendro.
Ditanya apakah banyak orang Indonesia yang berpikiran maju di bidang IT, ayah tiga anak ini tanpa ragu menjawab, "Banyak."
Kemampuan IT anak-anak muda Indonesia, kata Kendro, tidak kalah dengan 
orang-orang India. Hanya kalau bicara outsourcing IT itu, selalu merujuk
 ke Bangalore, India, salah satunya karena anak-anak muda India unggul 
dalam berbahasa Inggris. Karena itu, mereka lebih cepat menyerap ilmu 
dan tanggap terhadap tren baru.
"Selain menguasai bahasa programming, anak-anak muda Indonesia wajib 
menguasai bahasa Inggris. Punya bakat besar di bidang IT tetapi 
terkendala bahasa Inggris, kan sayang kalau larinya cuma jadi tukang 
hacker," tutur Kendro.
Pria berkacamata ini tidak berhenti mencipta peranti baru. Kini ia 
mengembangkan Mobile Reward Exchange (MORE) sebagai "mata uang baru" 
dalam berbisnis. Alat bayar baru dari kumpulan reward (bonus/diskon) 
beberapa perusahaan dapat ditukar dengan barang apa pun yang menjadi 
mitranya. Kelak, orang membayar burger dari reward pembelian buku di 
Toko Buku Gramedia, misalnya, hanya dengan menunjukkan jumlah reward 
kepada kasir cukup dari ponselnya.
 
 
 
 
13. Prof Dr. Ing BJ Habibie - Pemegang 46 Paten di bidang Aeronautika
 
 
Prof. Dr.-Ing. Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir 
tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan Indonesia. Anak ke 
empat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan
 R.A. Tuti Marini Puspowardoyo. Dia hanya satu tahun kuliah di Institut 
Teknologi Bandung (ITB) karena pada tahun 1955 dia dikirim oleh ibunya 
belajar di Rheinisch Westfalische Technische Honuchscule, Aschen Jerman.
Setelah menyelesaikan kuliahnya dengan tekun selama lima tahun, B.J. 
Habibie memperoleh gelar Insinyur Diploma dengan predikat Cum Laude di 
Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara. 
Pemuda Habibie adalah seorang muslim yang sangat alim yang selalu 
berpuasa Senin dan Kamis. Kejeniusannya membawanya memperoleh Gelar 
Doktor Insinyiur di Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi
 Pesawat Udara dengan predikat Cum Laude tahun 1965.
B.J. Habibie memulai kariernya di Jerman sebagai Kepala Riset dan 
Pembangunan Analisa Struktur Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg Jerman 
(1965-1969). Kepala Metode dan Teknologi Divisi Pesawat Terbang 
Komersial dan Militer MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen (1969-1973). Wakil 
Presiden dan Direktur Teknologi MBB Gmbh Hambur dan Munchen (1973-1978),
 penasehat teknologi senior untuk Direktur MBB bidang luar negeri 
(1978). Pada tahun 1977 dia menyampaikan orasi jabatan guru besarnya 
tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung.
Tergugah untuk melayani pembangunan bangsa, tahun 1974 B.J. Habibie 
kembali ke tanah air, ketika Presiden Soeharto memintanya untuk kembali.
 Dia memulai kariernya di tanah air sebagai Penasehat Pemerintah 
Indonesia pada bidang teknologi tinggi dan teknologi pesawat terbang 
yang langsung direspon oleh Presiden Republik Indonesia (1974-1978). 
Pada tahun 1978 dia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi 
merangkap sebagai kepala BPPT. Dia memegang jabatan ini selama lima kali
 berturut-turut dalam kabinet pembangunan hingga tahun 1998.
Sebelum masyarakat Indonesia menggelar pemilihan umum tahun 1997, 
Habibie menyampaikan kepada keluarga dan kerabatnya secara terbatas 
bahwa dia merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri setelah 
Kabinet Pembangunan Enam berakhir. Namun, manusia merencanakan Tuhan 
yang menentukan. Tanggal 11 Maret 1998, MPR memilih dan mengangkat B.J. 
Habibie sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ketujuh.
Pada saat bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia Tenggara 
termasuk Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik dan
 krisis kepercayaan. Kriris berubah menjadi serius dan masyarakat mulai 
menuntut perubahan dan akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto 
mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 UUD 1945, pada hari yang
 sama, sebelum itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai 
Presiden oleh Ketua Mahkamah Agung RI.
Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518 hari dan 
selama masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses 
menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal
 7 Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan 
terhadap stabilitas, demokratis dan reformasi.
Prof. B.J. Habibie mempunyai medali dan tanda jasa nasional dan 
internasional, termasuk ‘Grand Officer De La Legium D’Honour, hadiah 
tertinggi dari Pemerintah Perancis atas konstribusinya dan pembangunan 
industri di Indonesia pada tahun 1997; ‘Das Grosskreuz’ medali tertinggi
 atas konstribusinya dalam hubungan Jerman-Indonesia tahun 1987; ‘Edward
 Warner Award, pemberian dari Dewan Eksekutif Organisasi Penerbangan 
Sipil Internasional (ICAO) pada tahun 1994; ‘Star of Honour ‘Lagran Cruz
 de la Orden del Merito Civil dari Raja Spanyol tahun 1987. Dia juga 
menerima gelar doktor kehormatan dari sejumlah universitas, seperti 
Institut Teknologi Cranfield, Inggris; Universitas Chungbuk Korea dan 
beberapa universitas lainnya.
Selama kariernya, dia memegang 47 posisi penting seperti Direktur 
Presiden IPTN Bandung, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden 
Direktur PINDAD, Ketua Otorita Pembangunan Kawasan Industri Batam, 
Kepala Direktur Industri Strategis (BPIS) dan Ketua ICMI. Sampai 
sekarang, ia masih menjabat sebagai Presiden Forum Islam Internasional 
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan pengembangan SDM sejak 
tahun 1977, Penyantun dan Ketua Habibie Centre untuk urusan luar negeri 
sejak tahun 1999.
Dia juga anggota beberapa institusi non pemerintah internasional seperti
 Dewan Gerakan Internasional sejak tahun 2002, sebuah LSM yang 
beranggotakan kurang lebih 40 orang mantan presiden dan Perdana Menteri 
dari beberapa negara. Dia juga anggota pendiri Perkumpulan Islam 
Internasional Rabithah ‘Alam Islam sejak tahun 2001 yang bermarkas besar
 di Mekkah, Saudi Arabia. Dari semua organisasi yang disebutkan sebagian
 besar telah meminta Habbie menjadi salah satu pendiri Asosiasi Etika 
Internasional, Politik dan Ilmu Pengetahuan yang telah berdiri pada 
tanggal 6 Oktober tahun 2003 di Bled Slovenia yang anggotanya terdiri 
dari negarawan dan ilmuwan dari sejumlah negara.
Aktivitas sebelumnya terlibat dalam proyek perancangan dan desain 
pesawat terbang seperti Fokker 28, Kendaraan Militer Transall C-130, 
CN-235, N-250 dan N-2130. Dia juga termasuk perancang dan desainer yang 
jlimet Helikopter BO-105, Pesawat Tempur, beberapa missil dan proyek 
satelit. Prof B.J Habibie mempublikasika
 
14. Joe-Hin Tjio - Sang Penemu 23 Kromosom dari Indonesia
 
 
 
Siapa sangka seorang ilmuwan dari Indonesia ternyata berperan penting 
dalam perkembangan bioteknologi khususnya genetika. Dia bersama 
koleganyalah yang menemukan dan memastikan bahwa kromosom manusia 
berjumlah 23 pasang, padahal sebelumnya para ilmuwan meyakini bahwa 
jumlah kromosom manusia adalah 24.
Kisahnya bermula tahun 1921, ada 3 orang yang datang kepada Theophilus 
Painter meminta untuk dikebiri. Dua pria kulit hitam dan seorang pria 
kulit putih itu merelakan ’senjata’ mereka dicopot berdasarkan 
kepercayaan yang mereka anut. Painter yang orang Texas ini lantas 
mengamati isi testis ketiga orang tadi, dia sayat tipis-tipis, lalu 
diproses dengan larutan kimia, dan dia amati di bawah mikroskop. 
Ternyata ia melihat ada serabut-serabut kusut yang merupakan kromosom 
tak berpasangan pada sel testis. Hitungan dia saat itu ada 24 kromosom. 
Dia sangat yakin, ada 24.
‘Keyakinan’ ini dikuatkan oleh ilmuwan lain yang mengamati dengan cara 
berbeda, mereka pun mendapat hasil yang sama, 24 kromosom. Bahkan hingga
 30 tahun ‘keyakinan’ ini bertahan. Begitu yakinnya para ilmuwan akan 
hitungan ini sampai-sampai ada sekelompok ilmuwan meninggalkan 
penelitian mereka tentang sel hati manusia karena mereka tidak menemukan
 kromosom ‘ke-24′ dalam sel tersebut, mereka ‘hanya’ menemukan 23 saja. 
Ilmuwan lain berhasil memisah-misahkan kromosom manusia dan 
menghitungnya, jumlahnya? Tetap 24 pasang.
Barulah 34 tahun setelah ‘tragedi’ pengebirian oleh Painter, ilmuwan 
menemukan cara untuk memastikan bahwa jumlah kromosom manusia hanya ada 
23, bukan 24. Adalah Joe-Hin Tjio yang bermitra dengan Albert Levan di 
Spanyol menemukan teknik yang lebih baik untuk mendapatkan jumlah 23 
pasang kromosom manusia. Bahkan ketika mereka menghitung ulang gambar 
eksperimen terdahulu yang menyebutkan bahwa jumlahnya ada 24, mereka 
mendapati hanya ada 23. Benar-benar aneh, mata siapa yang bisa error 
begini?
Dan memang kenyataan bahwa manusia hanya memiliki 23 pasang kromosom 
dianggap aneh dan mengejutkan. Pasalnya, simpanse, orang utan dan 
gorila, yang kandungan genetiknya mirip dengan manusia memiliki 24 
pasang kromosom. Jadi kromosom manusia ini lain daripada bangsa ungka 
(ape) yang lain. Dan usut punya usut, ternyata ada dua kromosom pada 
gorila yang jika digabungkan ukurannya akan mirip dengan kromosom 2 pada
 manusia. Sungguh ajaib memang, perbedaan yang ‘kecil’ ini ditambah 
sedikit keragaman antara gen-gen manusia dan gorila, membuat 
‘penampakan’ keduanya jauh berbeda.
Oh ya, kembali ke sang penemu 23 pasang kromosom pada manusia, salah satunya, yaitu Joe-Hin Tjio, adalah orang Indonesia.
Sekilas Joe-Hin Tjio
 
Seperti ditulis dalam Encyclopædia Britannica, Tjio (diucapkan CHEE-oh) 
lahir di Jawa tanggal 2 November 1919. Tjio kecil bersekolah di sekolah 
penjajah Belanda, kemudian dia sempat mendalami fotografi mengikuti 
jejak ayahnya yang juga seorang fotografer profesional. Namun 
selanjutnya Tjio memutar stir ke bidang pertanian dengan kuliah di 
Sekolah Ilmu Pertanian di Bogor, waktu itu Tjio berusaha mengembangkan 
tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit. Dari sinilah pondasi ilmu 
genetika membawanya menjadi seorang ahli genetik terkemuka kelak.
Sempat dipenjara selama tiga tahun saat masa pendudukan Jepang, Tjio 
melanjutkan pendidikannya ke Belanda melalui program beasiswa. Ia 
melanjutkan kembali studinya mengenai cy****netik tanaman dan serangga 
hingga menjadi ahli dalam bidang tersebut. Kemudian Tjio menghabiskan 
waktu 11 tahun di Zaragoza setelah pemerintah Spanyol mengundangnya 
untuk melakukan studi dalam program peningkatan mutu tanaman. Di 
sela-sela liburannya, Tjio pun nyambi riset di Institute of Genetics di 
Lund Swedia dan tertarik untuk meneliti jaringan sel mamalia. Di sinilah
 penemuannya yang menghebohkan itu ia lakukan. Pada tahun 1955, Tjio 
menggunakan suatu teknik yang baru ditemukan untuk memisahkan kromosom 
dari inti (nukleus) sel, ia merupakan salah satu peletak pondasi 
cy****netik modern –ilmu yang mempelajari hubungan antara struktur dan 
aktifitas kromosom serta mekanisme hereditas– sebagai sebuah cabang 
utama ilmu genetika. Penelitiannya yang lain pada tahun 1959 membawa 
pada penemuan bahwa orang-orang yang terkena Down Syndrome memiliki 
tambahan kromosom dalam sel-sel mereka.
Ada cerita menarik di balik penemuan jumlah 23 pasang kromosom ini, 
selain memang hasil penelitiannya yang menghebohkan, Tjio pun melakukan 
tindakan yang cukup menggemparkan dunia riset Eropa karena ia menolak 
untuk mencantumkan Albert Levan (kepala Institute of Genetics tempat 
risetnya dilakukan) sebagai Author utama dalam jurnal yang diterbitkan 
dalam Scandinavian Journal Hereditas tahun 1956 itu, padahal itu sesuatu
 yang ‘wajib’ sesuai konvensi Eropa yang telah berlangsung lama. Tjio 
bahkan mengancam akan membuang pekerjaannya itu jika Tjio tidak 
dicantumkan sebagai Author utama. Akhirnya, mengingat ini adalah 
penemuan besar, Levan mengalah dan dia dicantumkan hanya sebagai 
co-author.
Di sisa 37 tahun terakhir karirnya, Tjio bekerja di NIH (National 
Institute of Health) Washington. Di sana Tjio mengkompilasi 
koleksi-koleksi foto-foto ilmiah yang mendokumentasikan 
penelitian-penelitiannya yang luar biasa. Ternyata bakat fotografi 
terpendamnya tersalurkan juga di NIH. Prestasi Tjio pun tak bisa 
dipandang remeh, bahkan sangat membanggakan, terbukti dengan anugerah 
Outstanding Achievement Award dari Presiden Kennedy tahun 1962.
Tjio tutup usia tanggal 27 November 2001, 25 hari setelah ultahnya yang 
ke 82 di Gaithersburg, Maryland, Amerika. Kita boleh berbangga sekaligus
 prihatin, bangga karena ilmuwan kelahiran Indonesia mampu memberi 
sumbangsih besar untuk ilmu pengetahuan, tapi juga prihatin karena di 
negeri kita ‘belum’ menjadi tempat bagi ilmuwan luar biasa. Banyak 
potensi besar orang-orang cerdas yang kurang diperhatikan, sehingga 
mereka ‘dibajak’ oleh negara-negara lain yang sudah maju dan mau 
menghargai kehebatan mereka, bahkan sejak mereka masih sangat muda. 
Tentu sayang jika orang hebat seperti Joe-Hin Tjio yang lahir di Jawa 
pada akhirnya dikenal sebagai ahli genetik Amerika.
 
 
 
 
15. DR. AZHARI SASTRANEGARA - AHLI BENTURAN DARI MAJENE
 
 
Lelaki itu selalu memulai dengan sederhana: bersepeda menuju kantornya, 
NSK Ltd. Setiap hari, sepanjang tahun, dia mengayuh sepeda selama 15 
menit dari rumahnya di House Malonie Nomor 2, Fujisawa-shi, Kanagawa, 
Jepang Sekilas dia adalah pria kampung Jepang biasa. Nyaris tak ada yang
 tahu bahwa dia pria penting. Dia adalah salah satu ahli top di Jepang 
dalam bidang analisis keamanan struktur terhadap benturan.
 
Di kantornya itu, design engineer berusia 33 tahun ini selalu 
menghabiskan sebagian harinya di Automotive Bearing Technology 
Department. “Pulang kantor pukul 18.00, kalau lagi lembur pukul 20.00,” 
ujar Azhari kepada Tempo melalui surat elektronik pekan lalu.
Doctor of engineering dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, itu 
bergabung dengan produsen bearing dan komponen otomotif tersebut sejak 
April 2005. Awalnya ia berkarier sebagai research engineer di NSK 
Research and Development Center. “Tema penelitian saya cukup beragam, 
berkisar pada analisis struktur dan bahan terhadap benturan,” ujar 
Azhari.
Salah satu riset pria kelahiran Majene, Sulawesi Barat, itu adalah 
tentang desain kemudi kendaraan yang aman. Dalam penelitian itu, 
tugasnya melakukan perhitungan apakah rancangan kemudi yang diajukan 
oleh bagian desain sudah memenuhi syarat keamanan ketika terjadi 
tabrakan. Dari aneka penelitian itu, Azhari dan timnya di NSK 
menghasilkan enam paten yang kini terdaftar di Japan Patent Office.
NSK ternyata juga bukan tempat kerja pertamanya. Sebelumnya, Azhari—yang
 meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul “Effect of Transverse 
Impact on Energy Absorption of Column”—sempat menjadi asisten dosen di 
Tokyo Institute of Technology. Di kampus itu pula Azhari merampungkan 
pendidikan dari S-1 sampai S-3 (Ph.D).
Dia belajar di kampus itu setelah lulus dari SMA Taruna Nusantara, 
Magelang, Jawa Tengah, pada 1994. Modalnya: beasiswa Mitsui Bussan 
Indonesia Scholarship, yang menyeleksi peserta dari pelajar SMA se-Jawa 
dan Bali. Beasiswa itu cuma untuk menyelesaikan sarjana strata satu. 
Jadi, saat melanjutkan ke strata dua, “Saya kuliah sambil bekerja paruh 
waktu,” ujarnya. Pada program S-3 (Ph.D), ia kembali mendapatkan 
beasiswa—kali ini dari Moritani Scholarship dan Tsuji Asia Scholarship.
Setelah memperoleh gelar doktor/Ph.D, Azhari sempat ingin kembali ke 
Tanah Air. Namun, ia tak mendapatkan tempat untuk mengaplikasikan 
pengetahuan yang dimilikinya. “Jaringan kerja saya juga belum ada,” 
ujarnya. Dia pun memutuskan menimba ilmu di perusahaan Jepang, yang 
muatan penelitiannya banyak. Untuk ikut memajukan Indonesia, ia punya 
cara lain.
16. Dr Nurul Taufiqu Rochman, MEng - MENDANAI RISET DARI BISNIS SERABUTAN
 
 
Demi menambal biaya penelitian, para ilmuwan kita di sini harus jungkir balik. Ada yang patungan menyewakan lapangan futsal.
Berbongkah batu alam tergeletak di dalam kardus di ruangan yang tak 
terlalu luas itu. Serbuk silika berwarna kuning, pasir besi, beberapa 
alat pemotong besi, dan pemisah magnet tampak berserakan di lantai 
berlapis kayu.
“Beginilah kalau sedang bekerja, berantakan,” ujar Dr Nurul Taufiqu 
Rochman, MEng, Jumat malam lalu. Di ruang berukuran 5 x 8 meter itulah 
peneliti fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek 
Serpong, Tangerang, ini melakukan riset teknologi nano.
 
Ruangan yang terletak di lantai dua Pusat Penelitian Fisika LIPI itu 
nyaris seperti kapal pecah. Sejumlah diktat dan proposal berserakan di 
atas meja. Beberapa unit komputer serta alat-alat eksperimen rakitan 
Nurul dan delapan stafnya juga belum dibereskan.
Malam itu, pria lulusan Kagoshima University, Jepang, ini menunjukkan 
kehebatan pemisah magnet temuannya. Nurul tak perlu terbang jauh ke luar
 negeri untuk membeli komponen alat itu karena tersedia di Glodok, 
Jakarta Barat. Nurul memasukkan sejumput pasir besi ke alat tersebut. 
Setelah diputar, pasir yang mengandung besi oksida turun dan yang tak 
mengandung besi oksida menempel pada lempengan karet yang melengkung ke 
bawah.
Dari serbuk pasir yang telah dinanokan itu bisa dibentuk batangan besi 
dan tabung besi. Menurut Nurul, pasir besi sangat mudah dicari. “Sekilo 
paling cuma Rp 250. Kalau sudah dinanokan, bisa mencapai Rp 1 juta. Ini 
peluang bisnis untuk mengolah kekayaan alam Indonesia,” ujarnya.
Teknologi nano yang sederhana dan pengolahan yang tak rumit membuat 
pasir besi selanjutnya bisa diolah menjadi tinta printer seharga Rp 250 
ribu. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah itulah yang membuat Nurul 
pulang kampung setelah 15 tahun kuliah dan bekerja di Negeri Sakura. 
Pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 5 Agustus 1970, itu menyelesaikan S1 
sampai S3 teknik mesin di Kagoshima University atas biaya Habibie 
Center.
“Saya gemes banget. Apa yang mungkin orang lain tidak lakukan, saya bisa
 kerjakan. Makanya saya ingin di bengkel ini mestinya juga lahir Apollo 
berteknologi nano,” katanya seraya menunjuk sejumlah mesin.
Peraih Ganesha Widya Jasa Adiutama Award dari Institut Teknologi Bandung
 pada 2009 itu bersemangat menciptakan alat-alat baru berteknologi nano 
yang belum ada di dunia dari kekayaan alam Indonesia.
“Di tangan saya dan tim, alat semacam ini harganya cuma Rp 5 sampai Rp 
20 juta.” ujar Nurul sembari memperlihatkan milling gerak elips 3 
dimensi yang difungsikan sebagai penghancur partikel nano.
17. FAUZY AMMARI - JEJAK TERNATE DI JALAN SUTRA UZBEKISTAN
 
 
Sudah hampir 10 bulan Fauzy Ammari bergelut di Jalan Sutra. Di jalur 
utama perdagangan dunia yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika 3.000
 tahun silam itulah, karier emas Fauzy kini dipertaruhkan. Lelaki 
kelahiran Ternate, Maluku Utara, 42 tahun silam ini dipercaya menjadi 
salah seorang konsultan dalam proyek pembangunan jalan di salah satu 
bagian rute kuno itu di wilayah Uzbekistan.
Proyek prestisius yang dinamakan Proyek Jalan Sutra atawa Silk Road ini 
membentang 131 kilometer sepanjang rute Guzar-Bukhara- Nukus-Dautata. 
Pemerintah Presiden Islam Karimov mengucurkan sedikitnya US$ 270 juta 
atau Rp 2,7 triliun, yang dipinjamnya dari Bank Pembangunan Asia (ADB).
Dalam
 proyek tersebut, Fauzy duduk sebagai penasihat internasional untuk 
bidang infrastruktur transportasi. Tanggung jawabnya menangani 
proyek-proyek fasilitas umum dan penyediaan alat-alat berat. Tak 
tanggung-tanggung, ia pun diminta membentuk departemen transportasi, 
departemen baru di Uzbekistan.
“Bisnis jalan” sesungguhnya tak jauh-jauh dari awal karier Fauzi. Ketika
 masih duduk di bangku SMP di Ternate, ia sudah diperkenalkan dengan 
manajemen bisnis transportasi. Saat itu ia bahkan dipercaya mengelola 
sebuah mobil angkutan kota milik keluarganya.
Segala tetek-bengek bisnis angkutan menjadi tanggung jawabnya. Mulai 
teknik mencari penumpang, melayani penumpang, sampai merawat si angkot 
semata wayang, yang dilakoninya hingga tamat SMA.
Berpuluh tahun kemudian, ribuan mil dari tanah kelahirannya, Fauzy 
merasakan manfaat dari pendidikan manajemen bisnisnya itu. Mengatur 
strategi pemenangan proyek, mengelola tim kerja, hingga mengatur rencana
 kerja seolah hanya mengulang pekerjaan masa kecilnya.
Bedanya, dulu ia hanya mengurus satu mobil, kini ia bertanggung jawab 
membangun salah satu ruas jalan di Uzbekistan. Jiwa bisnis Fauzy mulai 
terasah manakala sang ayah, seorang penjual pakaian dan sepatu, mangkat.
 Saat itu usia Fauzy baru delapan tahun.
18. Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto - Peraih Empat Gelar Doktor dan Juga Peraih 31 Paten di Jepang
 
 
Prestasi membanggakan ditorehkan Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto. Pria 
kelahiran Surabaya ini berhasil menggondol gelar profesor dan empat 
doktor dari sejumlah universitas di Jepang. Lebih hebatnya, puncak 
penghargaan akademis itu dicapainya pada usia 37 tahun.
Sepintas,
 penampilan fisiknya nyaris tak berbeda jika dibandingkan dengan 
kebanyakan orang Jepang. Kulitnya kuning. Rambut lurusnya, disisir rapi.
 Kemejanya yang diseterika licin dipadu jas menunjukkan dia menyukai 
formalitas. Tapi, begitu berbicara, akan terkesan bahwa Prof Soetanto 
-demikian dia dipanggil- bukan orang Jepang. Bicaranya ceplas-ceplos 
dengan logat suroboyoan-nya yang khas.
Penemu
 konsep pendidikan tinggi "Soetanto Effect" di Negeri Sakura itu 
beberapa hari ini berkunjung ke Indonesia. Soetanto mendampingi sejumlah
 koleganya, Dr Kotaro Hirasawa (dekan Graduate School Information 
Production & System Waseda University) dan Yukio Kato (general 
manager of Waseda University), menandatangani memorandum of 
understanding (MoU) antara Waseda University dan President University, 
Jababeka Education Park, Cikarang, Jawa Barat, Sabtu lalu.
Waseda University adalah perguruan tinggi swasta terbesar di Jepang. 
Reputasinya setara dengan universitas negeri semisal Tokyo University, 
Kyoto University, atau Nagoya University. Mahasiswa yang berguru di 
Waseda University 51.499 orang. Di anatar jumlah itu, 1.234 orang 
berasal dari luar Jepang.
Waseda University telah menganugerahkan 81 gelar kehormatan bagi 
pemimpin negara, mulai mantan PM India Jawaharlal Nehru (1957) hingga 
mantan PM Singapura Lee Kuan Yew (2003). Dari Indonesia, Ketua DPD 
Ginandjar Kartasasmita juga pernah belajar di sini.
President University adalah institusi perguruan tinggi berbasis 
kurikulum bertaraf internasional yang berlokasi di tengah-tengah sekitar
 1.040 perusahaan di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang. Selain putra 
berbaik dari Indonesia, para mahasiswa President University berasal dari
 China dan Vietnam.
Kehadiran Soetanto tak begitu menyita perhatian publik. Maklum, wakil 
dekan Waseda University tersebut hanya "sebentar" memberikan ceramah 
populernya di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas academica President 
University. Dia tak sempat berbagi keilmuan dengan sesama akademisi 
seperti UI, UGM, ITB, dan Unair. Sebuah kesempatan yang agak disesalkan 
bagi orang dengan kemampuan akademik sekaliber Soetanto.
Prestasi akademik Soetanto bisa dibilang di atas rata-rata. Misalnya, 
pada 1988-1993, dia tercatat sebagai direktur Clinical Education and 
Science Research Institute (CERSI) merangkap associate professor di 
Drexel University dan School Medicine at Thomas Jefferson University, 
Philadelphia, AS.
Dia juga pernah tercatat sebagai profesor di Biomedical Engineering, 
Program University of Yokohama (TUY). Selain itu, pria kelahiran 1951 
tersebut saat ini masih terdaftar sebagai prosefor di almameternya, 
School of International Liberal Studies (SILS) Waseda University, serta 
profesor tamu di Venice International University, Italia.
Otak arek Suroboyo itu memang brilian. Dia berhasil menggabungkan empat 
disiplin ilmu berbeda. Hal tersebut terungkap dari empat gelar doktor 
yang diperolehnya. Yakni, bidang applied electronic engineering di Tokyo
 Institute of Technology, medical science dari Tohoku University, dan 
pharmacy science di Science University of Tokyo. Yang terakhir adalah 
doktor bidang ilmu pendidikan di almamater sekaligus tempatnya mengajar,
 Waseda University.
"Saya sungguh menikmati pekerjaan sebagai akademisi," kata Soetanto di 
sela kesibukannya menyaksikan MoU Waseda University dan President 
University.
Di luar status kehormatan akademik tersebut, dia masuk birokrasi di 
Negeri Sakura. Pria yang pernah berkawan dengan mantan Presiden RI B.J. 
Habibie itu tercatat sebagai komite pengawas (supervisor committee) di 
METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry atau semacam Menko 
Perekonomian di RI).
Selain itu, dia ikut membidani konsep masa depan Jepang dengan terlibat 
di Japanese Government 21st Century Vision. "Pada jabatan tersebut, saya
 berpartisipasi langsung menyusun GBHN (kebijakan makro)-nya Jepang," 
ungkap Soetanto yang masih fasih berbahasa Indonesia dan Jawa itu. Buah 
pemikiran Soetanto terkenal lewat konsep pendidikan "Soetanto Effect" 
dan 31 paten internasional yang tercatat resmi di pemerintah Jepang.
Inovasi yang dipatenkan itu mayoritas berlatar bidang keilmuannya, mulai
 elektronika engineering, teknologi informasi, penemuan pengobatan 
kanker, dan teknik imaging serta bidang farmasi.
Mau tahu berapa dana yang diraih Soetanto untuk membiayai 
riset-risetnya? Jumlahnya sangat mencengangkan untuk ukuran akademikus 
bergelar profesor atau mereka yang pernah menduduki jabatan tertinggi di
 perguruan tinggi (rektor). Kementerian Pendidikan Jepang mendanai 
Soetanto sampai USD 15 juta per tahun.
Di antara segudang prestasi itu, bisa jadi yang paling membanggakan, 
khususnya bagi warga Surabaya, adalah latar belakang sekolah dasar dan 
menengahnya yang ternyata dihabiskan di kota buaya. Soetanto muda 
mengenyam pendidikan SD swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan SMA 
Budiluhur yang dulu menjadi jujugan sekolah warga keturunan Tionghoa.
Toh, Soetanto mengaku belum puas. Obsesi terpendamnya adalah bagaimana 
karya akademisnya bisa dinikmati orang lain. "Saya berbahagia bila bisa 
menyenangkan orang lain," katanya mengungkap visi hidupnya.
Soetanto sempat memberikan buah pemikirannya di hadapan ratusan 
mahasiswa President University. Isi ceramah akademisnya menarik 
perhatian mahasiswa. Bahkan, beberapa jajaran direksi PT Jababeka, 
termasuk Dirut PT Jababeka Setyono Djuandi Darmono. Maklum, Soetanto 
membeberkan pengalamannya bisa ’menaklukkan’ dunia perguruan tinggi 
Jepang kendati hingga sekarang masih berkewarganegaraan Indonesia.
Selebihnya, Soetanto banyak mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia 
yang perlu dirombak lagi agar lulusannya lebih berkualitas. "Sistem 
pendidikan di sini (Indonesia) sudah tertinggal jauh", jelas Soetanto 
dengan gaya bicara berapi-api.
Ironisnya, penghargaan terhadap staf pengajar atau guru di Indonesia 
juga sangat kurang. Soetanto lantas mencontohkan kecilnya gaji guru yang
 memaksa mereka harus bekerja sambilan. "Karena faktor tersebut, jangan 
heran bila banyak ilmuwan Indonesia mencari penghasilan di luar negeri,"
 pungkas Soetanto