Pesawat Tempur Sukhoi TNI AU
Raksasa Asia Tenggara yang sedang tidur telah mulai terbangun membuat pernyataan yang mengejutkan. Setelah beberapa dekade kurangnya investasi dan isolasi internasional, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang dikenal sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI), akan melakuakan perbaikan kemampuan menyeimbangkan strategis di kawasan Asia-Pasifik - setidaknya pernyataan ambisius Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Setelah susah payah pengadaan skuadron pertama dari 10 pesawat tempur Sukhoi modern
selama dekade terakhir, di bawah-kekuatan angkatan udara TNI sekarang bertujuan untuk membuat sembilan skuadron Sukhoi lagi dalam sangat singkat, ujar Purnomo pada akhir September yaitu pengadaan sukhoi dengan total 180 pesawat sampai tahun 2024 termasuk pengadaan 50 Pesawat tempur kfx yang telah ditandatangani pada bulan Juli yaitu MoU antara Indonesia dengan Korea Selatan dan akan diproduksi awal tahun 2020an.
Rencana untuk membeli dua kapal selam baru, mungkin dari Rusia atau Korea Selatan. Lebih mencolok, desakan Purnomo bahwa program pengadaan dilakukan dengan ToT, yang memungkinkan PT Pal untuk membangun kapal selam didalam negeri. Dan Menteri Pertahanan Purnomo berjanji untuk sementara memprioritaskan AU dan AL untuk menyeimbangkan alutsista untuk semua mantra, karena pengaruh orde baru yang beroritasi dimantra darat.
Pertanyaannya adalah apakah grand design Purnomo untuk memodernisasi akan banyak halangan terutama dari segi politik dan keuangan?. Menteri sendiri tetap di bawah pengawasan ketat, seperti janji pemerintah yang sebelumnya, Purnomo merupakan menteri pertahanan yang berbeda dengan pendahulunya, Juwono Sudarsono, secara luas dianggap sebagai teknokrat yang mempunyai keahlian dibidang pertahanan, sedangkan Purnomo, yang baru dilantik pada tahun 2009, yang merupakan mantan menteri energi dan pertambangan yang berbeda dengan menteri pertahanan.
Namun, ide kreatif dari Purnomo berbeda dengan pendahulu dimana dia sendiri baru awan dibidang pertahanan. Pada pertengan Oktober, anggota parlemen Indonesia menyetujui keinginan untuk menambah anggaran pertahanan negara untuk US $ 6,3 miliar (lebih dari $ 1 miliar yang sebelumnya disetujui) pada tahun 2011, hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang kuat sekitar 7% per tahun yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 1,5% dari PDB pada tahun 2014.
Meskipun demikian peningkatkan anggaran pertahanan merupakan sebuah "Ambisi dan kebutuhan yang sebenernya," kata Dewi Fortuna Anwar, mantan asisten menteri luar negeri dan sekarang dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. "Alutsista sangat kurang dan Indonesia perlu membangun kembali. Tapi aspirasi Purnomo benar-benar berbicara tentang kesenjangan yang besar antara kebutuhan yang diinginkan dan apa yang Indonesia dapat dicapai secara realistis. Pada tingkat pengadaan riil, pemerintah masih akan bertujuan untuk membangun MEF (Minimum Essensial Force)"
Berbicara tentang pengadaan 180 Sukhoi mungkin terlalu fantastis, namun Anwar setuju dengan program pengandaan 10 pesawat Sukhoi banyak mengeluarkan anggaran tetapi itu digunakan untuk menjaga kedaulatan NKRI. "Pengadaan Sukhoi bukan sekedar untuk sebuah proyek adu gengsi" tegas dia. "Tentu saja, satu skuadron tidak cukup - tetapi sudah ada uang untuk lebih dari itu. Sekarang ini memiliki fungsi pelatihan penting " Anwar setuju untuk fokus ke pengadaan alutisista TNI AL. Dia menghargai upaya yang sedang berlangsung kementerian pertahanan untuk memperoleh frigat baru untuk angkatan laut, tetapi mengakui bahwa 300 kapal baru yang diperlukan untuk menjaga NKRI.
Bahkan dengan anggaran naik, hampir pasti Indonesia akan meningkatkan kemampuan pertahanan yang lebih bertahap seperti yang dikatakan oleh Purnomo. Negara-negara seperti Australian dan Malaysia harus waspada terhadap militer Indonesia yang sudah menunjukkan peningkatan militernya, ini merupakan suatu pertimbangan penting. "Ada persepsi di Indonesia bahwa kelemahan militer negara itu telah dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga," kata Anwar, "tetapi tidak ada tuntutan bagi kita untuk memiliki pesawat lebih dari Malaysia, atau sesuatu seperti itu. Indonesia merupakan negara berkembang. Kami tidak ambisius untuk meningkatan militer secara besar-besaran, dan tidak akan mengorbankan proyek-proyek pembangunan alutsista pertahanan. "
Sama pentingnya memperbarui inventaris TNI yang telah penuaan, meningkatkan anggaran pertahanan bisa memberikan untuk proses reformasi militer Indonesia. Off-budget pendanaan selalu menjadi hambatan serius bagi profesionalisasi TNI, dan dana dari pemerintah yang cukup akhirnya harus memungkinkan pemerintah untuk memaksa militer untuk divestasi kepentingan bisnisnya - jika ada kemauan politik untuk melakukannya.
Dalam hal ini, presiden Yudhoyono memiliki beragam catatan: sementara TNI telah lepas dari politik, ia tetap beberapa hak istimewa yang penting, terutama struktur komando teritorial, yang meningkatkan kemampuan militer untuk beroperasi secara lokal tanpa pengawasan dari pemerintah pusat. Namun, tuduhan baru pelanggaran militer di Papua bisa memaksa pemerintah tersebut menjadi gelombang lebih lanjut dari reformasi militer, menurut Anwar. "Papua jelas menempatkan tekanan pada pemerintah," katanya. "Harus ada mengakhiri impunitas militer."
Untuk sebuah perubahan milter merupakan pil pahit reformasi tentu akan manis dengan komitmen pemerintah yang jelas untuk program pendanaan modernisasi alutsista. Dengan demikian, rencana ambisius Purnomo - bahkan jika mereka terlalu ambisius - harus disambut baik. Tapi Militer negara sekutu memulai pemangakasan anggaran, sedangkan militer Indonesia menemukan jati dirinya untuk pertama kalinya yang dipelopori oleh Purnomo'
Jika Purnomo sekarang memenuhi TNI dengan memberikan pada setidaknya setengah dari janji pengadaan, ia bisa membeli ruang yang sangat berharga bagi pemerintah untuk mengejar lebih lanjut reformasi militer - reformasi yang, seperti peristiwa di Papua .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar