Sabtu, Mei 28, 2011

Selamat Datang Roket Militer Lokal


Pelucur roket R-Han 122. (Foto: Berita HanKam)
22 November 2010 — Dr Soewarto Hardhienata meninggalkan Pusat Latihan Tempur TNI di Baturaja, Palembang, pukul 13.30 WIB, dua pekan silam dengan hati lega. Setengah jam sebelumnya, empat roket yang menjadi proyek gabungan beberapa lembaga penting, termasuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), tempatnya bekerja sebagai Deputi Kepala Bidang Teknologi Dirgantara, kembali sukses diuji coba.
Roket-roket berjangkauan 14 kilometer dan berdiameter 12,2 sentimeter itu semuanya bisa diluncurkan dan mengenai sasaran pada akhir pekan itu. Keberhasilan ini tidak hanya membuat proyek semakin mencorong di depan anggota kabinet yang hadir, termasuk Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro serta Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata, tapi juga menjadi tonggak penting.
“Ini untuk pertama kalinya roket Lapan diberi hulu ledak,” kata Soewarto. Sebelumnya, roket-roket buatan Lapan cenderung hanya untuk kepentingan riset. Belum ada roket yang benar-benar dimanfaatkan. Setelah sukses uji coba mutakhir itu, Kementerian Pertahanan pun mengumumkan akan memasang roket bernama R-Han 122 di kapal-kapal tempur Indonesia dan ditargetkan pada 2014 sudah diproduksi 500 buah.
Proyek pembuatan roket ini relatif cepat, hanya sekitar tiga tahun. “Ini proyek kolaborasi, jadi cepat,” kata Dr Timbul Siahaan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pertahanan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan.
Beberapa lembaga negara memang sudah memiliki teknologinya. Lapan memiliki teknologi roket, Pindad sudah puluhan tahun berpengalaman di bidang pembuatan hulu ledak, serta PT Dirgantara Indonesia memiliki fasilitas dan berpengalaman membuat torpedo. Semuanya bergabung. “Kalau dari awal (penelitian sendiri), tidak akan cukup waktunya,” kata Timbul.
Roket R-Han 122-yang berarti roket pertahanan berdiameter 122 milimeter-merupakan turunan roket Lapan RX-120. Roket Lapan ini sedikit diperbesar dengan alasan sederhana. “Kalau di militer ada standar roket 122,” kata Soewarto. Salah satu roket seukuran yang digunakan Indonesia adalah roket yang diluncurkan dari RM-70 Grad, peluncur roket buatan Republik Cek0.
Dalam dunia militer, roket seukuran ini disebut roket artileri karena fungsinya persis seperti meriam: menyapu pasukan musuh. Di “kelas” berikutnya, roket jarak menengah dan antarbenua. Sejumlah negara-di Asia bukan hanya Jepang, India, atau Cina, melainkan juga Iran dan Korea Utara-sudah mampu memproduksi roket berjangkauan ratusan kilometer. Indonesia saat ini sedang dalam taraf pengembangan dan targetnya pada 2014 sudah memproduksi roket jarak jauh yang tidak hanya bisa membawa bom ke benua lain, tapi juga satelit ke antariksa (baca “Empat Tahun Lagi”).
Roket R-Han 122 tidak memiliki kendali sendiri dan tanpa sistem navigasi. Untuk mengarahkannya, personel yang meluncurkan harus menghitung sudut peluncuran. Akurasinya juga bukan titik, melainkan area dengan radius sekitar 500 meter. Saat terbang, roket akan meluncur sambil berguling. Ini membuat jangkauan roket makin jauh dan terarah.
Dengan sistem ini, roket R-Han 122 menjalani uji coba cukup lama. Tahap awal, setelah desain, seperti biasa uji coba di darat untuk menguji sistem pendorongnya. Baru kemudian dilakukan uji coba peluncuran yang sesungguhnya. “Sekitar 25 kali uji coba peluncuran,” kata Soewarto, “semuanya sukses.”

Uji coba itu dijalankan di Pameungpeuk dekat Garut, Lumajang di Jawa Timur, serta Baturaja, Palembang. Saat uji coba di Pameungpeuk dan Lumajang, roket diluncurkan ke arah laut. Sayang sekali, saat uji coba di Lumajang, ada kecelakaan meski bukan oleh roket R-Han 122. Kecelakaan itu mencederai dua warga yang berada di gubuk sekitar lapangan peluncuran. “Kalau roket ini (R-Han 122), tidak ada masalah,” kata Soewarto.
Uji coba berikutnya dilakukan di Baturaja, Palembang. Sebagai roket artileri, roket akan diisi peledak betulan. Uji coba mesti dilakukan dengan sasaran darat. “Karena harus menguji hulu ledak, tidak bisa di laut,” kata Soewarto. Mereka memilih Baturaja karena tempatnya luas, 23 ribu hektare, sehingga relatif aman jika ada masalah. Uji coba ini juga sukses.
Tapi tim ini tidak puas dengan jangkauan hanya 14 kilometer. Tim sudah mengembangkan R-Han 122 dengan jangkauan 23 kilometer, hampir dua kilometer lebih jauh dari roket RM-70 Grad. Jangkauan lebih jauh ini dicapai dengan cara sederhana: bahan bakar diperpanjang. Dalam versi sekarang, bahan bakar memiliki panjang satu meter. Dalam versi selanjutnya, panjangnya sampai dua meter. Versi lebih panjang ini sudah diuji coba di darat. “Akan segera diuji coba terbang dalam waktu dekat ini,” kata Soewarto.
Proyek lain juga sudah menunggu. “Kita sedang mengembangkan R-Han 200,” kata Siahaan. Roket sebesar itu, menurut Soewarto, mampu menjangkau sekitar 40 kilometer.
Empat tahun lagi
Meski menjadi bagian penting dalam proyek R-Han 122 atau R-Han 200 menaikkan gengsi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), konsentrasi utama lembaga para ahli roket ini adalah membuat roket yang bisa mengirim satelit ke antariksa. Target Lapan pada 2014: bisa memproduksi roket bernama RPS-01 untuk mengirim satelit. “Sejauh ini tahap-tahap (ke arah sana) berlangsung baik,” kata Dr Soewarto Hardhienata, Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan.
Roket itu terdiri atas empat tingkat. Tingkat teratas roket RX-320 yang sudah diproduksi dan sukses diuji coba Lapan. Tiga tingkat di bawahnya semula direncanakan terdiri atas RX-420 semua plus dua roket pendorong (booster) di kiri-kanan. RX-420 sudah sukses diuji coba sejak tahun lalu dan menjadi roket terbesar buatan Indonesia.
Tapi sejumlah perhitungan membuat Lapan kemudian mencoba menghilangkan sepasang booster itu. Salah satu alasannya: kerumitan perhitungan. Jika tenaga dua roket itu tidak benar-benar sama, arah luncuran bisa kacau, bisa melenceng. Sebagai gantinya, roket tingkat pertama tidak lagi berdiameter 420 milimeter, tapi diperbesar menjadi 550 milimeter. “Bulan depan ini uji statis RX 550 di Pameungpeuk (dekat Garut),” kata Soewarto.
Ini kemajuan mengingat, sejak 1960-an sampai 2006, Lapan seperti berhenti membuat roket. Mereka berkonsentrasi pada urusan seperti pengindraan jarak jauh. Selama empat dekade itu teknologi roket Indonesia berhenti pada diameter 250 milimeter.
Selain mampu membawa satelit, roket empat tingkat berjangkauan hampir 400 kilometer itu bisa diubah menjadi roket militer. “Muatannya bisa diganti hulu ledak,” kata Soewarto.
Majalah Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar