Selasa, Mei 03, 2011

Memenjarakan Orang Miskin, Sebuah Kebijakan Dzalim Sebuah Negara Bernama Indonesia


“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.”
UUD ’45 pasal 34
Berita ini baru saja turun malam ini (18/08/2010) setelah buka puasa, silahkan di simak dahulu :
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Temanggung menjatuhkan vonis satu bulan penjara kepada empat orang pengemis dalam sidang tindak pidana ringan di pengadilan tersebut, Rabu.
Ketua Majelis Hakim Galih Dewi Kinanti yang menjatuhkan vonis tidak meminta mereka menjalani hukuman tersebut, tetapi memberikan hukuman percobaan selama dua bulan.
“Selama dua bulan ke depan jika ibu-ibu kedapatan mengemis lagi maka akan kami penjarakan,” katanya menjelaskan.
Keempat pengemis tersebut Maemunah (75), Suminah (74), keduanya warga Kampung Waluhan, Kelurahan Kertosari, Muntamah (35) warga Krincing, Secang, Magelang, dan Yuliati (30) warga Desa Lambang, Kecamatan Grabag, Magelang.
Mereka dinilai telah melanggar pasal 505 KUHP ayat (1) yang menyebutkan barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencaharian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Maemunah, Suminah, dan Muntamah ditangkap dalam razia yang dilakukan jajaran Polres Temanggung saat mereka sedang mengemis di perempatan terminal Madureso, sedangkan Yuliati tertangkap ketika sedang melakukan hal serupa di pertigaan Kranggan.
“Mereka kami tangkap karena meresahkan pengguna jalan serta masyarakat sekitar,” kata Aiptu Markotip yang memimpin razia tersebut.
Menurut dia, keempat pengemis itu telah ditangkap beberapa kali dalam kasus serupa. Pada penangkapan sebelumnya, diserahkan ke Dinas Sosial Kabupaten Temanggung untuk mendapatkan pembinaan.
“Setelah mendapat pembinaan mereka dilepas lagi, namun sekarang karena sudah tiga kali ketangkap mereka kami ajukan ke pengadilan untuk memberikan efek jera,” katanya.
Pada sidang tersebut mereka satu persatu menceritakan kondisi keluarga dan perekonomiannya. Mereka rata-rata hidup dalam kondisi miskin. Maemunah dan Suminah merupakan janda tua yang harus hidup sendiri, sedangkan Muntamah dan Yuliati harus menghidupi kelima anak mereka sendirian, keduanya bahkan membawa anak bungsunya di ruang sidang.
Sumber : AntaraNews
Sungguh miris melihat kedzaliman hukum dan penguasa di negara ini. Hukum negara yang merupakan produk dari penjajah VOC (baca : Zionist) pun masih dianggap berlaku setelah ratusan tahun digunakan. Sebenarnya negara ini ingin berdiri sendiri dan merdeka atau masih ingin melestarikan budaya kolonialisme?
Baru beberapa jam lalu negeri ini merayakan apa yang dianggap kebanyakan orang sebagai “Hari Kemerdekaan”, dan beberapa jam berselang kemudian ratusan atau bahkan ribuan penduduk terdzalimi kemerdekaannya oleh negaranya sendiri.
Menengok kembali UUD ’45 pasal 34 (amandement 4)
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Kemudian mari kita melihat pembukaan UUD ’45
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Saya pikir kata-kata yang saya tebalkan tidak perlu saya jelaskan lagi, karena sejak Sekolah Dasar hal itu sudah diulang-ulang oleh Ibu dan Bapak guru kita.
Kewajiban sebagai pemerintah adalah kewajiban yang amat teramat berat di dunia ini. Dalam kajian ilmu kepemimpinan Islam, pemimpin itu bagaikan seorang penggembala ternak. Apabila ia lengah dalam tugasnya, maka bisa saja ternak yang dibawanya hilang, terpisah dari kelompok, dicuri orang, atau bisa juga mati kelaparan atau diterkam hewan buas.
Nah seorang pemimpin bertanggung jawab kepada Allah, seperti bertanggung jawabnya penggembala ternak kepada pemilik ternak. Bedanya adalah, apapun konsekuensi yang diambil oleh pemimpin akan berpengaruh pada nasib suatu kaum yang ia pimpin. Berbeda dengan ternak yang jika mati atau hilang dapat diganti dengan membeli lagi yang baru.
Kisah-kisah kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab
Umar yang takut terhadap amanah.
Pada suatu pagi, Umar terlihat berjalan terengah-engah sambil menuntun seekor unta milik baitul maal (harta negara), rupanya unta ini telah terlepas dari penambatnya dan melarikan diri.
Seorang penduduk kota Madinah yang keheranan bertanya “Mengapa tidak engkau suruh saja salah seorang anak buahmu untuk menangkap kembali unta itu? Mengapa seorang khalifah sepertimu harus turun tangan sendiri?”.
Umar menjawab, “Aku tidak mau nantinya berdiri di hadapan Allah dengan predikat sebagai seorang pemimpin yang telah menyia-nyiakan harta rakyat…“
Menjadi seorang pemimpin juga harus dan wajib menerima kritikan. Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak terkecuali Umar. Beliau adalah seorang pemimpin yang gagah berani dan seorang yang ditakuti serta disegani banyak orang.
Di hadapan rakyat, Umar berkata dalam pidato pertamanya setelah dilantik menjadi Khalifah.
“Apakah kalian semua akan mentaati semua keputusanku sebagai khalifah?”
“Wahai Umar, kami bersumpah setia untuk melaksanakan semua keputusanmu selama engkau berada di jalan Allah dan Rasul-NYA“, rakyat menyambut perkataan Umar.
“Tapi jika aku keluar dari jalan Allah dan Rasul-NYA, apakah yang akan kalian lakukan?”
Seorang laki laki serta merta melompat keluar dari barisan sambil menghunus pedangnya dan berteriak, “Wahai Umar, kami akan mengajak engkau untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul-NYA, kami akan meluruskanmu kembali dengan pedang ini jika perlu…“
Kemudian Umar langsung turun dan memeluk laki-laki yang membawa pedang itu seraya bersyukur karena rakyatnya tidak takut kepadanya dan mau mengkritiknya.
Jika kita melakukan apa yang seperti telah dilakukan oleh laki laki itu di hadapan para pemimpin yang berkuasa saat ini, tentu kita sudah tinggal nama karena tembak ditempat oleh pasukan pengawal. Jangankan mengingatkan pemimpin dengan senjata, mengingatkan pemimpin dengan kata kata saja bisa masuk penjara dengan tuduhan menghina simbol simbol negara. Mengapa pemimpin negara kita ini sangat alergi dengan kritikan??
Kemudian perhatikan dan tauladani juga kisah Umar yang berikut ini, kisah tentang kasih sayang Umar terhadap rakyatnya.
Inilah cerita tentang ibu yang memasak batu untuk menipu anak anaknya yang sedang kelaparan. Suatu malam Umar bersama Aslam salah seorang ajudannya menyamar untuk melakukan inspeksi keluar masuk kampung untuk melihat kondisi rakyatnya. Di salah satu sudut kampung terdengarlah  rintihan pilu anak-anak yang sedang menangis, dan di sana Umar menemukan seorang ibu yang sedang memasak sesuatu di tungkunya.
“Wahai ibu, anak-anak mu kah yang sedang menangis itu? Apa yang terjadi dengan mereka?”
“Mereka adalah anak anakku yang sedang menangis karena kelaparan”, jawab sang Ibu sambil meneruskan pekerjaannya memasak.
Setelah memperhatikan sekian lama, Umar dan Aslam keheranan karena masakan sang ibu tidak juga kunjung siap sementara tangisan anak-anaknya semakin memilukan. “Wahai Ibu, apa yang engkau masak? Mengapa tidak juga kunjung siap untuk anak anakmu yang kelaparan?”
“Engkau lihatlah sendiri…“
Alangkah terkejutnya Umar ketika melihat bahwa yang sedang di masak sang ibu adalah setumpuk batu. “Engkau memasak batu untuk anak anakmu?”
“Inilah kejahatan pemerintahan Umar Bin Khattab.“
Rupanya sang ibu tidak mengenali siapa yang sedang berdiri di hadapannya.
“Wahai orang asing, aku adalah seorang janda, suamiku syahid di dalam perang membela agama dan negara ini, tapi lihatlah apa yang telah dilakukan Umar, dia sama sekali tidak peduli dengan kami, dia telah melupakan kami yang telah kehilangan kepala rumah tangga pencari nafkah. Hari ini kami tidak memiliki makanan sedikitpun, aku telah meminta anak-anakku untuk berpuasa, dengan harapan saat berbuka aku bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan… tapi rupanya aku telah gagal mendapatkan uang… memasak batu aku lakukan untuk mengalihkan perhatian anak anakku agar melupakan laparnya… Sungguh Umar Bin Khattab tidaklah layak menjadi seorang pemimpin, dia hanya memikirkan dirinya sendiri.”
Aslam sang ajudan hendak bergerak untuk menegur sang sang Ibu, hendak memperingatkan dengan siapa dia sedang berbicara saat ini. Tapi Umar segera melarangnya dan serta merta mengajaknya untuk pulang. Bukannya langsung beristirahat, Umar segera mengambil satu karung gandum dan dipikulnya  sendiri untuk diberikan kepada sang Ibu.
Beratnya beban karung gandum membuat Umar berjalan terseok-seok, nafasnya tersengah-engah dan keringat mengalir deras di wajahnya. Aslam yang melihat ini segera berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah saya saja yang membawa karung gandum itu…“
Umar memandang Aslam sang ajudan, “Wahai Aslam! Apakah engkau ingin menjerumuskan aku ke neraka? Hari ini mungkin saja engkau mau menggantikan aku memikul beban karung ini, tapi apakah engkau mau menggantikan aku untuk memikulnya di hari pembalasan kelak?”
Masih banyak lagi kisah kisah Umar bin Khatab yang lainnya. Beliau adalah satu dari beberapa contoh pemimpin muslim adil yang amat menjunjung tinggi ajaran Rasulnya dan takut terhadap tanggung jawabnya kepada Allah.
Semenjak dari Sekolah Dasar lalu saya dan kita semua diajarkan UUD ’45 dan penerapannya, semenjak itu pula tidak ada perubahan yang signifikan, malah kemiskinan semakin bertambah.
Buat yang gatal pingin komen “Apa yang sudah kau berikan ke negaramu, bisanya cuma kritik pemerintah saja?” Sekarang tanyakan balik kepada amda pertanyaan itu. Karena kita memberikan apa yang sesuai keahlian kita, seperti saya bisa menulis, ya saya mencoba mengajak semua pembaca tulisan saya untuk berpikir. Bukankah dakwah adalah kewajiban setiap manusia, dan mengkritisi pemimpin yang salah adalah kewajiban seorang rakyat.
Sudah banyak sekali contoh peradaban-peradaban maju di dunia ini yang hancur karena pemimpinnya tidak mau menerima kritikan. Maukah peradaban bernama Indonesia ini hancur karena tidak mau menerima kritikan?
Kembali ke masalah Negara dan Orang Miskin
Masalah tanggung jawab negara terhadap orang miskin pun sudah sepantasnya dan wajib untuk kita kritisi. Justru berdosalah kita apabila tidak mengkritisi ketidakadilan yang dilakukan pemerintah.
Kita ambil contoh saja dari artikel berita di atas. Pemerintah mempidanakan 2 nenek berumur 70 tahun, dan 2 orang janda miskin beranak 5. Mereka hidup sangat miskin dan sulit mencari pekerjaan. Malah dipidanakan dengan pasal “bergelandang karena tak punya mata pencaharian”. Secara logika dan akal sehat manusia saja kita sudah dapat mengetahui bahwa mendapatkan pekerjaan dan peluang usaha bagi orang miskin di Indonesia ini tidak mudah dan mungkin bagi orang-orang berpendidikan rendah seperti mereka hampir mustahil. Mengemis hanyalah salah satu cara mereka mempertahankan hidup mereka.
Pemerintah berkoar-koar kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia naik. Ekonomi mana yang tumbuh?? Inflasi semakin tinggi sehingga membuat harga sembako seolah sebagai tali gantungan eksekusi bagi para orang miskin. Belum lagi harga rupiah yang makin hari semakin mengecil. Jumlah pengangguran pada angkatan kerja semakin banyak. Yang kaya makin jaya, yang miskin semakin melarat.
Sadarkah wahai pemerintah, jika anda-anda itu bisa jadi pemimpin karena berjanji akan menyanggupi amanah yang sudah Allah berikan. Silahkan saja tinggal pilih surga dunia lalu neraka Jahannam, atau hidup biasa sebagai pemimpin yang takut kepada Allah lalu mendapat imbalan surga.
Memberi uang kepada pengemis dipidanakan
Sudah dengar perda (peraturan daerah) yang akan mempidanakan dan mendenda jutaan rupiah setiap orang yang bersedekah kepada pengemis? Mungkin mereka yang membuat perda seperti itu tidak pernah membaca ayat berikut ini :
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (yang tidak meminta).”
Qur’an surah Adz-Dzaariyaat (51) : 19
Sudah sangat jelas pula diterangkan Allah dalam Qur’an surah Al-Maa’uun (107) ayat 1-3, bahwasanya :
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Jadi terserah anda, mau mengikuti aturan pemerintah yang bertentangan dengan hukum Allah, atau mengikuti sepenuhnya perintah Allah dan dimudahkan jalan hidupnya di dunia dan di akhirat.
“Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain.” (Hadits Riwayat Ahmad)
Lagipula jika pemerintah ingin mengambil alih keseluruhan penyaluran infaq, shodaqoh, dan zakat, kenapa sampai sekarang masih banyak orang yang kelaparan? Ingatlah wahai pemerintah, satu orang rakyat kelaparan = satu gunung berat timbangan amal buruk anda-anda sekalian di akhirat kelak!
~Tio Alexander

Tidak ada komentar:

Posting Komentar